Interpretasi Citra Secara Visual Menurut para
ahli :
- Vink
Menurut Lo (1976) interpretasi citra menurut
Vink dilakukan dalam enam tahap yaitu a. Deteksi, b. Pengenalan dan
identifikasi, c. Analisis, d. Deduksi, e. Klasifikasi, f. Idealisasi. Deteksi
adalah penyadapan data secara selektif atas obyek (tampak langsung) dan elemen
(tak tampak langsung) dari citra. Kemudian obyek tersebut dikenali,
diidentifikasi dan diikuti oleh proses pemisahan dengan penarikan garis batas
kelompok obyek atau elemen yang memiliki kesamaan wujud. Lalu dilakukan proses
deduksi yang dilakukan berdasarkan asas konvergensi bukti untuk prediksi
terjadinya hubungan tertentu. Konvergensi bukti merupakan penggunaan
bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke satu titik simpul. Klasifikasi
dilakukan untuk menyusun obyek dan elemen ke dalam sistem yang teratur. Tahap
terakhir yaitu idealisasi atau penggambaran hasil dari interpretasi tersebut.
Hasil interpretasi citra sangat tergantung atas
penafsir citra beserta tingkat referensinya. Tingkat referensi ialah keluasan
dan kedalaman pengetahuan penafsir citra. Ada tiga tingkat referensi yaitu
umum, lokal dan khusus. Tingkat referensi umum yaitu pengetahuan umum penafsir
citra tentang gejala dan proses yang diinterpretasi. Tingkat referensi lokal
ialah pengetahuan atau keakraban penafsir citra terhadap lingkungan setempat
atau daerah yang diinterpretasi. Tingkat referensi khusus ialah pngetahuan yang
mendalam tentang proses dan gejala yang diinterpretasi.
- Lo
Dengan mendasarkan atas pendapat Vink maka Lo
mengutarakan bahwa interpretasi citra dilakukan dengan tahap-tahap seperti
dibawah ini :
1.
Deteksi
2.
Merumuskan
identitas obyek dan elemen berdasarkaan karakteristik foto seperti ukuran,
bentuk, bayangan, rona, tekstur, pola dan situs.
3.
Mencari
arti melalui proses analisis dan deduksi
4.
Klasifikasi
melalui serangkian keputusan, evaluasi, dsb., berdasarkan kriteria yang ada.
5.
Teorisasi
: menyusun teori atau menggunakan teori yang ada pada disiplin yang
bersangkutan
Pada dasarnya interpretasi citra terdiri
dari dua proses yaitu proses perumusan identitas obyek dan elemen yang
dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan artinya pentingnya obyek dan
elemen tersebut. Karakteristik foto seperti ukuran, bentuk, bayangan dsb
digunakan untuk identifikasi obyek, sedang proses yang lebih rumit yaitu
analisis dan deduksi digunakan untuk menemukan hubungan yang berarti dalam
proses yang kedua. Hasilnya berupa sebuah klasifikasi dalam upaya menyajikan
sejenis keteraturan dan kaitan antara informasi kualitatif yang diperoleh.
Klasifikasi ini menuju kearah teorisasi. Teorisasi ialah penyususnan teori
berdasarkan penelitian yang bersangkutan atau penggunaan teori yang ada sebagai
dasar analisis dan penarikan kesimpulan didalam penelitian itu. Dengan demikian
maka interpretasi citra pada dasarnya berupa proses klasifikasi yang bertujuan
untuk memasukkan gambaran pada citra ke dalam kelompok yang tepat sehingga
diperoleh pola kelompok dan hubungan imbaldayanya.
- Roscoe
Roscoe (1960) menyatakan bahwa interpretasi
citra meliputi serangkaian pekerjaan yang berupa:
1.
interpretasi
awal,
2.
pembuatan
peta kerja,
3.
pekerjaan
medan,
4.
tinjauan
kembali atas masalah dan metode,
5.
interpretasi
akhir
6.
kesimpulan
dan uji medan,
7.
penyajian
akhir.
Pada interpretasi awal dilakukan interpretasi
dari citra berskala kecil ke arah yang skalanya lebih besar, dari pola umum ke
wujud individual, dari obyek yang mudah dikenal ke arah yang lbih sukar
dikenal. Setelah diamati pola umumnya, kemudian dikaji secara rinci unsur-unsur
yang membentuk pola tersebut. Hasil interpretasi awal ini diwujudkan dalam peta
kerja atau peta sementara.
Dengan menggunakan peta kerja dan citra yang
lebih diinterpretasi, pekerjaan medan dapat dilakukan lebih efisien. Pekerjaan
medan terarah lebih baik dan pelaksanaanya lebih singkat. Kadang – kadang di
medan juga dilakukan interpretasi citra untuk mengembangkan informasi baru yang
diperoleh dengan pengamatan langsung.
Tinjauan atas masalah dan metode yang dipilih
untuk pemecahan masalah perlu dilaksanakan untuk menyimpulkan apakah ia akan
tetap pada masalah yang telah dirumuskan dan metode yang dipilih. Bukan tidak
mungkin akan timbul masalah baru yang memerlukan pengubahan metode yang
digunakan.
Kemudian dilakukan interpretasi akhir,
penarikan kesimpulan, dan kerangka laporannya disusun. Sebelum menulis laporan,
bila kemungkinan lebih baik dating sekali lagi ke daerah penelitian untuk
meyakinakan hal yang perlu diyakinkan atau untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan yang timbul pada interpretasi akhir.
Penyajian hasil interpretasi dapat dilakukan
antara lain dengan menyajikan gambaran dalam kaitan spasial yang jelas. Untuk
maksud ini dapat digunakan foto udara
dan citra lainnya yang diberi notasi, mosaik foto, dan peta. Disamping itu, informasi
yang terkumpul juga dapat menjadi kunci interpretasi citra.
- Umali
Menurut Umali (1983) interpretasi citra Landsat
dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu :
1.
Tahap
analisis citra
2.
Tahap
interpretasi citra
3.
Tahap
interpretasi disipliner terinci
Tiap wujud pada citra mula-mula tampak melalui
rona dan atau warnanya. Penafsiran citra mulai dengan mendeteksi rona atau
warna pada citra. Ia menarik garis batas bagi kelompok wujud yang rona atau
warnanya sama dan memisahkannya dari yang lain. Pekerjaan ini oleh umali
disebut analisis citra.
Pekerjaan selanjutnya disebut interpretasi
citra. Pekerjaan ini terdiri dari pengenalan jenis obyek dan polanya.
Pengenalan jenis obyek dilakukan dengan menggunakan unsur spasial seperti
ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, dan situsnya. Obyek yang tergambar pada citra
tidak hanya dikenali jenisnya, melainkan juga dikaji polanya atau susunan
keruangannya. Pola tersebut antara lain berupa pola bentuk lahan, pola bentang
budaya, pola aliran, dan pola penggunaan lahan.
Pekerjaan pada tahap terakhir berupa pekerjaan
intepretasi disipliner terinci. Jenis dan pola obyek yang tergambar paada citra
diinterpretasi arti pentingnya sesuai dengan tujuan interpretasinya seperti
misalnya untuk geologi, geomorfologi, penggunaan lahan, kehutanan, sumberdaya
akuatik, lingkungan, pertanian, dan hidrologi.
5. estes et al
Estes et al (1983)
mengartikan analisis citra sebagai keseluruhan pekerjaan interpretasi citra.
Pengertian ini juga digunakan oleh Lillesand dan Kiefer (1979) oleh karena itu
istilah di dalam penginderaan jauh dipelajari oleh para ilmuan dengan dpandang
atau diartikan dengan lebih dari satu makna.
Lebih dari sekedar
istilah, bidang keahlian yang beraneka sering terbawa ke dalam pemagaman
penginderaan jauh. Oleh karena itu Estes et al berpendapat bahwa perlu ada
kerangka kerja konsepsual atau pardigma bagi hal yang mendasar di dalam
penginderaan jauh antara lain bagi asas interpretasi citra. Urgensi paradigma
ini lebih terasa lagi setelah berkembangnya analisis digital data penginderaan
jauh pada dua dasawarsa terakhir ini. Analisis digital seolah-olah terpisah
sama sekali dari analisis manual. Tanpa ada hubungan sedikitpun. Sehubungan
dengan ini maka Estes et al mengemukakan suatu paradigma analisis citra secara
manual dan visual dan digital.
Pekerjaan analisis
citra meliputi tiga : 1) deteksi dan identifikasi, 2) pengukuran, 3) pemecahan
masalah. Mula-mula dilakukan deteksi dan pememberian obyek penting yang
tergambar pada citra. Obyek itu kemudian diukur dengan cara manual atau
menggunakan instrumen. Pengukuran ini dilakukan atas rona atau warna, bentuk,
luas, lereng, bayangan, terkstur, atau aspek lainnya. Pengukuran ini penting
dalam uoaya pemecahan masalah. Pemecahan masalah dapat beraneka bentuknya,
antara lain berupa pengenalan obyek melalui pengamatan obyek lain atau pengenalan
kompleks obyek berdasarkan obyek satu persatu, pemecahan masalah juga berarti
penggunaan yang tepat data yang telah diperoleh dari citra penginderaan jauh.
Baik dengan cara
maunal maupun dengan cara digital, cara analisisnya mendasarkan atas unsur-unsur
yang disebut unsur interpretasi citra. Berdasarkan unsur intterpretasi citra
ini dilakukan analisis yang aturannya berbeda bagi cara manual dan cara yang
bersifat mempermudah dan atau
mempertinggi hasil analisisnya.
Pengembangan
hipotesis merupakan hal mendasar bagi ilmu pengetahuan. Hipotesis pada dasarnya
berupa jawaban potensial terhadap suatu pertanyaan atau pemecahan terhadap
suatu masalah. Hipotesis merupakan dugaan ilmiah. Dugaan ini dapat tepat dan
dapat pula tidak tepat. Oleh karena itu hipotesis harus diuji. Didalam analisis
citra, analisis menyusun hipotesis juga. Seorang analis citra menduga bahwa
obyek yang tergambar pada citra dan sedang diamati misalnya berupa tanaman
jagung atau daerah yang tergambar pada citra berupa daerah pertanian yang
subur.
Garis penalaran
ialah pengembangan penalaran yang mengarah ke suatu kesimpulan. Satu garis
penalaran yang pada dasarnya terdiri dari serangkaian pernyataan yang
menggunakan “jika....maka....”. dengan mendasarkan atas penalaran, kita hapus satu
persatu pernyataan-pernyataan tersebut, kecuali satu pernyataan yang paling
mungkin terjadi. Sebagai contoh dapat dibuat
pernyataan berdasarkan pengamatan pada citra sebagai berikut :
-
Jika sawah terletak di daerah
miring maka petak-petaknya berukuran kecil.
-
Jika sawah terletak di daerah
padat penduduk maka petak-petaknya berukuran kecil.
Kalau sawah tersebut terletak di daerah datar
dan petaknya berukuran sempit-sempit maka berarti pernyataan pertama ditolak.
Kalau hanya ada dua pernyataan, berarti pernyataan kedualah yang diterima.
Sawah yang terletak di daerah datar cenderung berukuran luas. Petak yang
sempit-sempit mengisyaratkan pemilik yang berjumlah besar. Ini berarti
daerahnya berpenduduk padat.
Analisis citra secara manual pada dasarnya merupakan
proses deduktif. Penarikan kesimpulan didasarkan atas apa yang telah diketahui
atau didasarkan atas sesuatu yang kebenarannya telah diterima secara umum.
Sebagai contoh, bila suatu daerah banyak ditanami singkong maka kita dapat
menyimpulkan bahwa daerah itu merupakan daerah tandus. Foto yang
menyajikan gambaran sungai dengan bentuk meander mengisyaratkan daerah yang
datar. Dua kesimpulan tersebut ditarik berdasarkan atas hal – hal yang
kebenarannya telah diterima secara umum atau secara luas. Di samping itu, obyek
yang mudah dikenali pada citra bersifat mengarahkan ke pengenalan obyek
lainnya. Di dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu obyek lainnya. Di
dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu daerah yang tergambar pada
citra, digunakan lebih dari satu unsur yang masing-masing mengarah ke satu
kesimpulan, tidak ada yang bertentangan. Asas inilah yang disebut konvergensi
bukti (converging evidence, convergence
of evidence) yang dibincangkan lebih jauh pada bab VI.
Tentang analisis citra dan data bantunya akan
dibincangkan pada bab VI, yaitu bersama dengan perbincangan tentang unsur
interpretasi citra.